Gemoy Banget
Beranda » Blog » Gemoy Banget! Apa Politik Cukup Sekadar FYP?

Gemoy Banget! Apa Politik Cukup Sekadar FYP?

Halo Nusantara, Di Pemilu 2024 kemarin, capres Prabowo Subianto tampil beda. Bukan karena visi misinya, tapi malah karena meme. Di mana-mana orang manggil dia “El Gemoy” julukan nyeleneh yang muncul dari internet, terus menjadi salah satu branding politik paling viral. Julukan ini muncul dari netizen dan langsung viral, di mana-mana netizen membuat video editan, remix musik, bahkan stiker WhatsApp bertema gemoy.

Banyak orang mikir meme kayak gitu cuma lucu-lucuan, tapi sebenarnya ada yang lebih serius di baliknya. Dalam pandangan Cultural Studies, meme adalah bagian dari budaya pop yang punya peran penting dalam membentuk cara kita memandang tokoh, kekuasaan, dan identitas. Julukan “El Gemoy” misalnya, secara tidak langsung memberikan gambaran citra Prabowo dengan cara yang baru. Dari figur militer yang dulu dikenal tegas, kejam dan karismatik, kini berubah jadi sosok hangat dan lucu bahkan menggemaskan(Hidayah, 2024).

Perubahan ini tentu bukan kebetulan. Dalam politik modern, citra seseorang adalah segalanya. Dan meme seperti ini menjadi senjata untuk mendekatkan tokoh kepada masyarakat, terutama anak muda. Bahkan grup dangdut Baby Boo sempat merilis lagu berjudul “Kamu Gemoy”, yang meski disebut tidak berniat politis, tetap digambarkan dengan figur Prabowo oleh netizen (sumber : www.liputan6.com).

Kalau kata Stuart Hall, makna itu nggak datang sendiri. Makna dibentuk, dikonstruksi, dan diproduksi lewat media(Radja & Sunjaya, 2024). Meme “El Gemoy” adalah contoh nyata bagaimana media sosial bikin makna baru tentang seorang capres. Dulu takut, sekarang gemoy. Dulu kejam, sekarang joget di TikTok. Ini bentuk suatu humor, tapi humor yang bukan berarti netral. Karena humor bisa jadi alat politik yang digunakan untuk kekuasaan, namun dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.

Lebih menarik lagi, meme seperti ini bisa jadi bentuk hegemoni versi baru. Bukan pakai paksaan, tapi lewat ketawa. Antonio Gramsci bilang, hegemoni itu ketika kekuasaan diterima bukan karena takut, tapi karena dianggap normal(Asmara et al., 2016). Dan apa yang lebih normal dan diterima publik hari ini selain meme lucu yang viral? Masyarakat merasa punya kendali karena ikut bikin meme, tapi bisa jadi justru sedang ikut menyebarkan strategi tim sukses.

Surga Indonesia Terancam: Membedah Kampanye Greenpeace Dan Hegemoni Narasi Atas Isu Pertambangan

Tentu, tidak semua yang ikut menyebarkan meme punya niat politik. Banyak yang cuma ikut tren atau sekadar ingin ketawa. Tapi di situlah letak tantangannya, ketika politik terasa seperti humor saja. Tanpa sadar masyarakat jadi lebih mudah mengabaikan aspek-aspek penting lainnya seperti visi, program kerja, dan rekam jejak kebijakan.

Apakah ini salah Prabowo? Tidak juga. Justru, ini menunjukkan bagaimana tim Prabowo sangat bagus dalam menganalisa yang disukai masyarakat dan memanfaatkan media sosial. Tapi, sebagai warga negara yang punya hak suara, kita juga punya tanggung jawab untuk tetap kritis. Kita boleh bilang, “Pak Prabowo gemoy banget,” tapi jangan lupa bertanya juga: “Bagaimana rencana untuk pendidikan? Bagaimana rencana untuk kesahatan ibu dan anak?”

Mungkin inilah perkembangan kampanye yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi. Politik yang bukan hanya soal isi pidato panjang dan berkarisma aja, tapi juga siapa yang lebih sering masuk FYP netizen. Tapi inget ya, meski konten- kontennya lucu, kita nggak boleh cuma ikut ketawa aja. Di balik tawa ada makna, di balik stiker gemoy ada citra yang dibentuk pelan-pelan oleh tim suksesnya.

Sebagai pemilih yang pinter dan nggak gampang kedistract sama joget, kita harus bisa bedain mana yang bener-bener mikirin rakyat, mana yang cuma viral doang. Jadi kalau kamu ikut Gemoy-Gemoy Club, nggak apa-apa. Tapi pastikan kamu juga kritis, biar nggak cuma ketawa, tapi juga paham apa yang sedang terjadi.

Sumber:

Asmara, Y., Aksa, D., Sos, S., Kom, M. I., Christina, S. N. S., & Kom, S. I. (2016). HEGEMONI dalam BERITA PEMILIHAN CALON PRESIDEN DI MEDIA CETAK INDONESIA. In Jurnal Makna (Vol. 1, Issue 1). https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/13363

Ruang Digital sebagai Arena Perlawanan: Membaca #KaburAjaDulu Lewat Kacamata Budaya Populer

Hidayah, N. (2024). PEMBERITAAN CITRA ‘GEMOY’ PRABOWO SUBIANTO DI KAMPANYE PILPRES 2024 (Analisis Framing Murray Edelman di Tirto.id). https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/69488/1/18107030035_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA-1.pdf

Radja, I. G. S., & Sunjaya, L. R. (2024). Representasi Budaya Jember dalam Jember Fashion Carnival: Pendekatan Teori Representasi Stuart Hall. WISSEN : Jurnal Ilmu Sosial Dan Humaniora, 2(3), 13–20. https://doi.org/10.62383/wissen.v2i3.160

https://www.liputan6.com/showbiz/read/5480726/baby-boo-luncurkan-lagu-kamu-gemoy-netizen-ramai-colek-akun-medsos-prabowo?page=4

 

Penulis: Zuritza Ramadean Suharma – 1152400241 – Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Mahasiswi DMB ISI Surakarta Bawa Ikon Kampus ke Dunia Batik Lewat Program MBKM Mandiri di Uni Batik Laweyan

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *