Surga Indonesia Terancam
Beranda » Blog » Surga Indonesia Terancam: Membedah Kampanye Greenpeace Dan Hegemoni Narasi Atas Isu Pertambangan

Surga Indonesia Terancam: Membedah Kampanye Greenpeace Dan Hegemoni Narasi Atas Isu Pertambangan

Halo Nusantara, Surabaya – Belakangan ini hangat diberitakan terkait isu pertambangan yang ada di dekat salah satu wisata terkenal di Indonesia yaitu Raja Ampat. Raja Ampat sendiri telah dikenal dunia sebagai salah satu kekayaan hayati l;aut Indonesia yang tertinggi di bumi. Bahkan keindahan alamnya sangat terkenal hingga menjadi magnet wisata dan kebanggan Indonesia.  Namun keindahan dan kekayaan hayati ini sayangnya terancam punah, kini terancam oleh aktivitas pertambangan nikel di Pulau Gag, sebuah pulau yang masuk dalam Kawasan Raja Ampat, terletak di Papua Barat Daya. Isu ini menjadi ramai diperbincangkan karena Greenpeace Indonesia menyoroti bahwa eksploitasi nikel yang dilakukan di wilayah ini dapat menyebabkan kerusakan permanen pada terumbu karang, penggundulan hutan hingga hilangnya keanekaragaman hayati yang menjadi daya tarik utama untuk wisatawan.

Melalui kampanye yang dilakukan melalui platform media sosial secara konsisten menggunakan tagar #SaveRajaAmpat hingga judul seperti “Surga yang Hilang?” sengaja dipilih sebagai narasi untuk memperkuat bahasa maupun visual yang meyakinkan untuk memancing empati public. Dapat dilihat dari pemilihan narasi yang digunakan untuk menekankan adanya urgensi serta ini merupakan strategi hegemoni yang dilakukan oleh Greenpeace Indonesia. Hegemoni narasi ini dipilih sebagai salah satu cara menguasai opini public, sehingga pemerintah dan pemangku kepentingan lain terdorong untuk merespons lebih cepat.

Selain menggunakan narasi yang menarik empati public, Greenpeace membingkai isu ini menjadi konflik antar keserakahan manusia dan hak alam agar Lestari. Dalam hal ini Greenpeace memposisikan tambang sebagai ancaman langsung yang memiliki dampak yang besar untuk kelestarian alam serta ekosistem laut hingga masyarakat adat yang ada disana. Disinilah framing berita yang mereka keluarkan bekerja secara efektif. Greenpeace juga mengajak public untuk merasa bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi di Raja Ampat, melalui narasi yang dipusatkan pada kata kata “kerusakan yang sudah terjadi”.

Menariknya, kampanye yang dilakukan oleh Greenpeace ini mejadi viral dan berhasil membangkitkan sentiment public yang luar biasa. Analisis media sosial menunjukkan 95% sentimen negatif, yang mencerminkan kemarahan dan kesedihan atas kerusakan lingkungan dan ancaman terhadap mata pencaharian masyarakat adat. Banyak komentar di media sosial hingga repost dalam story Instagram yang menampakkan kemarahan, kecemasan hingga dukungan penuh terhadap narasi tersebut. Dari kampanye ini, banyak warganet yang mendukung secara terbuka mendesak pemerintahan untuk mencabut izin tambang dan menjadikan Pulau Gag sebagai zona konservasi total.

Menurut saya, isu pertambangan di Raja Ampat tidak hanya soal lingkungan, tetapi juga soal keadilan sosial dan ekonomi bagi masyarakat lokal. Greenpeace berhasil membangun hegemoni narasi yang efektif untuk menekan pemerintah dan pelaku industri, namun solusi jangka panjang harus melibatkan dialog antara pemerintah, masyarakat adat, pelaku industri, dan organisasi lingkungan. Raja Ampat bukan sekadar lokasi. Ia adalah representasi dari cara kita memandang masa depan. Dan masa depan yang baik adalah yang tidak hanya menyelamatkan alam, tetapi juga memberi ruang bagi manusia untuk hidup layak tanpa harus saling merusak.

Ruang Digital sebagai Arena Perlawanan: Membaca #KaburAjaDulu Lewat Kacamata Budaya Populer

Penulis: Qintara Edhara Putri

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *