Pernahkah kamu bertanya, kenapa nasi terasa pulen, bubur jadi kental, atau roti bisa mengembang empuk? Jawabannya ternyata tidak sesederhana “karena dimasak”. Ada proses sains menarik yang bekerja di balik semua itu. Menariknya lagi, proses ini bukan hanya terjadi di dapur rumah, tetapi juga dipakai di industri pangan modern untuk menghasilkan berbagai makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Hal yang terlihat biasa ternyata menyimpan “rahasia” ilmiah yang menakjubkan. Banyak orang bahkan tidak menyadari hal ini saat sedang menikmati makanan.
Tahukah kamu, perubahan sederhana ini terjadi hampir setiap kali kita memasak makanan berbahan dasar beras atau tepung? Contoh paling jelas bisa kita temukan pada nasi. Beras yang keras saat masih mentah berubah menjadi butiran lembut dan pulen setelah dimasak dalam air panas. Perubahan serupa terjadi pada bubur yang semakin kental ketika dipanaskan lebih lama. Adonan roti juga bisa mengembang empuk setelah dipanggang. Bahkan mie instan yang direndam air panas pun mengalami hal yang sama. Semua perubahan itu mengikuti pola serupa: bahan berpati bertemu dengan air dan panas, lalu perlahan berubah bentuk sekaligus teksturnya.
Kunci utama dari perubahan ini adalah pertemuan antara air dan panas. Ketika dipanaskan, butiran pati menyerap air, membengkak, lalu pecah, sehingga menghasilkan tekstur baru. Bayangkan spons kering yang berubah jadi lembut setelah menyerap air. Bedanya, yang terjadi di dapur tidak hanya soal tekstur. Proses ini juga memengaruhi rasa, kekenyalan, kerapatan, dan penampilan makanan. Tekstur yang tepat bisa membuat makanan terasa lebih lezat meskipun bumbunya sederhana.
Perubahan tekstur pada pangan dapat dirasakan secara langsung oleh konsumen. Nasi yang memiliki kepulenan terasa lebih nikmat saat dikonsumsi bersama lauk. Bubur yang kental memberikan sensasi hangat sekaligus efek mengenyangkan. Roti dengan tekstur empuk lebih mudah untuk dikunyah dan dicerna. Tanpa proses tersebut, banyak produk pangan favorit tidak akan memiliki ciri khasnya. Bayangkan jika roti tetap keras setelah dipanggang atau bubur tidak bisa mengental. Pengalamannya tentu akan sangat berbeda.
Fenomena ini tidak hanya penting di dapur, tetapi juga di dunia industri pangan. Produk-produk seperti mie instan, saus kental, puding instan, roti tawar, biskuit, hingga makanan bayi, semuanya mengandalkan prinsip yang sama. Industri pangan bahkan mengembangkan teknik khusus agar produk-produk tersebut memiliki tekstur yang konsisten. Produk juga dibuat agar tidak mudah basi dan tetap enak meskipun disimpan lama. Teknologi seperti modifikasi pati, pengeringan, ekstrusi, dan pengemasan kedap udara semuanya berkaitan dengan proses tersebut.
Memahami proses ini juga membantu kita lebih menghargai makanan. Ketika ingin membuat bubur dengan kekentalan pas, kita bisa menyesuaikan jumlah air dan lama pemasakan dengan lebih tepat. Saat membuat kue, kita bisa memahami mengapa adonan harus dipanggang pada suhu tertentu agar bisa mengembang sempurna dan tidak bantat. Bahkan saat menanak nasi, orang yang paham prosesnya bisa mengatur takaran air agar hasilnya sesuai selera. Nasi jadi tidak terlalu lembek atau terlalu keras.
Selain itu, pemahaman ini bisa menumbuhkan rasa ingin tahu baru. Kita bisa mulai bertanya: mengapa beberapa jenis beras lebih cepat pulen dibandingkan yang lain? Apa yang membuat tepung ketan lebih lengket daripada tepung terigu? Mengapa mie bisa kehilangan kekenyalannya jika terlalu lama direbus? Pertanyaan-pertanyaan sederhana semacam ini bisa menjadi pintu masuk untuk mengenal sains pangan lebih dalam. Memasak pun terasa lebih menarik dan tidak sekadar rutinitas dapur.
Dengan tahu proses ini, kita jadi kepo kenapa nasi bisa cepat pulen atau mie jadi lembek kalau kelamaan direbus. Ternyata, semua itu ada hubungannya dengan sains pangan yang diam-diam selalu hadir di dapur kita. Hal yang dulunya terlihat biasa sekarang bisa jadi sesuatu yang bikin penasaran. Kita pun jadi lebih sadar bahwa memasak bukan sekadar kegiatan, tetapi juga eksperimen ilmiah kecil yang hasilnya bisa langsung dinikmati.
Sumber Artikel:
Imanningsih, N. 2012. Profil gelatinisasi beberapa formulasi tepung-tepungan untuk pendugaan sifat pemasakan (Gelatinisation profile of several flour formulations for estimating cooking behaviour). Nutrition and Food Research. Vol. 35(1): 13-22.
Parwiyanti, P., Pratama, F., Wijaya, A., dan Malahayati, N. 2018. Karakteristik roti bebas gluten berbahan dasar pati ganyong termodifikasi. Agritech. Vol. 38(3): 337-344.
Penulis: Muhammad Naufal Fawwaz




Komentar